
Lelaki itu berjalan tegap. Langkahnya pasti. Pemeriksaan pasar adalah tujuannya. Di sana, dilihatnya seekor unta. Gemuk. Sehat. Pertumbuhannya bagus, berbeda dari unta lainnya.
“Siapa pemiliknya?” Ia bertanya
“Milik Abdullah bin Umar,” warga pasar menjawab.
Seketika wajahnya memerah. “Panggil Abdullah bin Umar ke hadapanku!” Titahnya dengan suara bergetar.
Abdullah datang tergopoh. Didapatinya lelaki perkasa itu sedang memilin-milin janggutnya—kebiasaannya ketika menghadapi situasi genting.
“Jelaskan padaku, unta apakah ini, Abdullah!”
“Aku membelinya dengan uangku,” jawab Abdullah. “Dulu, ia adalah unta kurus kering. Aku menggembalakannya. Memperdagangkannya, mencari laba, seperti yang dilakukan kaum muslimin.”
“Bagus. Bagus sekali, wahai anak Amirul Mukminin. Dan manusia, ketika melihat untamu mereka berkata, ‘Beri minum unta anak Amirul Mukminin’, ‘Gembalakan unta anak Amirul Mukminin’. Lalu untamu tumbuh gemuk dan engkau mendapat untung berlipat!” Bantah lelaki itu dengan amarah yang meluap.
“Hai Abdullah bin Umar. Ambil modal pokoknya. Kembalikan semua keuntungannya ke Baitul Mal!”
Di hari yang lain. Lelaki gagah itu masuk ke rumah Abdullah. Didapatinya Abdullah memakan sekerat daging.
“Apakah karena engkau anak Amirul Mukminin, engkau makan daging sedang manusia lain kesusahan? Tidak cukupkah roti dengan garam?” protesnya penuh kemarahan.
Sungguh, Abdullah tidaklah melakukan kesalahan. Apalagi perkara tercela. Di antara para shahabat, ialah imam dalam sifat wara’, zuhud, dan ketakwaan. Hartanya halal. Begitu pula perniagaannya.
Tetapi ia adalah anak dari lelaki perkasa itu. Anak Amirul Mukminin. Umar bin Khattab. Lelaki, yang dengan kekuasaan yang digenggamnya, justru melahirkan ketakutan yang tiada bandingannya. Mengharamkan untuk keluarganya sesuatu yang legal mereka dapatkan. Membebani keluarganya tanggung jawab yang lebih berat daripada manusia lain.
Betapa malu kami, hari ini. Hanya dengan sedikit harta yang dititipkan, kami merasa berhak melampaui batas keinginan anak-anak kami. Hanya dengan sedikit kuasa, kami merasa telah berhak menggenggamkan dunia pada keluarga kami. Benar katamu, wahai Umar, “Apa yang akan kami katakan kelak, di hadapan Rabb kami?” []
Referensi:
▪️ 5 khalifah kebanggaan Islam ( Syaikh Khalid Muhammad Khalid)
▪️ The Golden Story of Umar bin Khattab (DR. Ahmad Hatta, MA., dkk )
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam