
Dalam perjalanan hidup, sering kali kita merasa telah cukup baik. Kita menilai diri sebagai orang yang saleh, berilmu, dan dermawan. Namun, Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah memberikan tamparan yang begitu keras namun penuh makna ketika beliau berkata:
يا مسكين! أنت مسيء، وترى أنك محسن , وأنت جاهل، وترى أنك عالم , وتبخل، وترى أنك كريم ,وأحمق، وترى أنك عاقل , أجلك قصير، وأملك طويل.
“Wahai orang yang pantas dikasihani! Engkau telah berbuat jelek, namun menyangka bahwa dirimu telah berbuat baik. Engkau bodoh, tetapi menyangka bahwa dirimu berilmu. Engkau bakhil, tetapi menganggap dirimu dermawan. Engkau dungu, tetapi menganggap dirimu bijaksana. Ajalmu dekat, tetapi angan-anganmu panjang.” (Siyar A’lamin Nubala 8/440)
BACA JUGA: Saudaraku, Jangan Ceritakan Aib Diri yang Telah Lalu
Ini hendaknya menjadi cermin bagi kita. Betapa sering kita terlena dengan pujian orang lain, merasa aman dengan sedikit amal, hingga lupa bahwa sejatinya kita masih jauh dari kebaikan hakiki. Kita melihat aib orang lain, tetapi buta terhadap aib sendiri. Kita sibuk menghitung kesalahan sesama, sementara lupa untuk menghitung dosa kita di hadapan Allah.
Celalah diri sendiri—bukan untuk merendahkan martabat yang Allah anugerahkan, tetapi untuk menundukkan hati agar tidak sombong. Seorang ulama salaf berkata, “Barang siapa yang banyak mengingat dosanya, niscaya ia akan sedikit melihat kesalahan orang lain.” Sebaliknya, ketika kita sibuk memuji diri sendiri, itu adalah awal dari kebinasaan.
Di antara sebab kebinasaan sebuah umat adalah ketika mereka merasa sudah benar tanpa merasa perlu memperbaiki diri. Mereka bangga dengan keturunan, harta, atau kedudukan, dan mengira itu menjadi jaminan selamat. Padahal, keselamatan hanya milik mereka yang senantiasa takut kepada Allah dan memohon ampunan-Nya.
Perhatikan betapa bahayanya panjang angan-angan. Kita merasa masih punya banyak waktu untuk bertobat, untuk belajar, untuk bersedekah. Namun siapa yang dapat menjamin usia esok hari? Ajal datang tiba-tiba, sementara amal yang kita andalkan hanyalah sedikit. Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Waspadalah kalian terhadap panjang angan-angan, karena ia akan melupakan akhirat.”
BACA JUGA: Melihat Aib Diri Sendiri
Mari kita sering-sering mencela diri sendiri: “Apakah shalatku sudah benar? Apakah hatiku ikhlas? Apakah ucapanku membawa kebaikan?” Bukan untuk terjebak dalam putus asa, melainkan agar kita terdorong untuk memperbaiki dan memurnikan amal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan hawa nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian.” (HR. Tirmidzi)
Celalah diri kita sendiri, dan jangan terlalu cepat memuji. Karena pujian hanyalah milik Allah, sedangkan kita hanyalah hamba penuh kekurangan yang masih sangat membutuhkan rahmat dan ampunan-Nya. []
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam