Pada dasarnya binatang memiliki naluri untuk melakukan hubungan biologis dengan lawan jenisnya, karena mereka diciptakan berpasang-pasangan, dan untuk mempertahankan keturunannya, sebagaimana hal itu ada pada manusia.
Sehingga pada hukum asalnya kita dilarang mengubah ciptaan Allah ﷻ, sebagaimana firman-Nya:
لا تبديل لخلق الله
“Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.” (QS. Ar-Rum: 30)
BACA JUGA: Abu Hurairah, Bapak Kucing
Dalam menafsirkan ayat ini, di antara ulama Tafsir menafsirkan:
قَالَ عِكْرِمَةُ وَمُجَاهِدٌ: مَعْنَاهُ تَحْرِيمُ إِخْصَاءِ الْبَهَائِمِ
“’Ikrimah dan Mujahid berkata: Makna ayat tersebut adalah diharamkannya melakukan kebiri pada binatang-bintanag ternak” (Tafsir al-Baghowi: 6/271).
Namun para ulama dari berbagai mazhab berbeda pendapat tentang hukum kebiri binatang ternak itu sendiri, di antaranya:
Mazhab Hanafi:
أَنَّهُ لاَ بَأْسَ بِخِصَاءِ الْبَهَائِمِ؛ لأِّن فِيهِ مَنْفَعَةً لِلْبَهِيمَةِ وَالنَّاسِ
“Tidak mengapa mengebiri hewan-hewan ternak, karena terdapat manfaat bagi hewan-hewan tersebut dan bagi manusia”
Mazhab Maliki:
يَجُوزُ خِصَاءُ الْمأْكُول مِنْ غَيْرِ كَرَاهَةٍ؛ لِمَا فِيهِ مِنْ صَلاَحِ اللَّحْمِ
“Boleh dan tidak dimakruhkan mengebiri binatang yang dimakan dagingnya, karena terdapat kebaikan pada daging binatang yang dikebiri tersebut.”
Mazhab Syafi’i:
فَرَّقُوا بَيْنَ الْمأْكُول وَغَيْرِهِ، فَقَالُوا: يَجُوزُ خِصَاءُ مَا يُؤْكَل لَحْمُهُ فِي الصِّغَرِ، وَيَحْرُمُ فِي غَيْرِهِ. وَشَرَطُوا أَنْ لاَ يَحْصُل فِي الْخِصَاءِ هَلاَكٌ.
“(Para ulama mazhab Syafi’i) membedakan antara hukum kebiri binatang yang dimakan dagingnya dan yang tidak dimakan, mereka mengatakan: Boleh melakukan kebiri untuk binatang yang dimakan dagingnya sewaktu masih kecil, dan Haram hukumnya melakukan kebiri untuk selainnya. Dan syarat bagi yang dibolehkan untuk kebiri adalah: Jika tidak terdapat kerusakan/bahaya bagi binatang disebabkan oleh kebiri tersebut.”
Mazhab Hambali:
فَيُبَاحُ عِنْدَهُمْ خَصِيُّ الْغَنَمِ لِمَا فِيهِ مِنْ إِصْلاَحِ لَحْمِهَا، وَقِيل: يُكْرَهُ كَالْخَيْل وَغَيْرِهَا
“Maka dibolehkan bagi mereka kebiri kambing agar dagingnya lebih baik, dan dikatakan bahwa: dimakruhkan melakukan kebiri seperti pada kuda dan selainnya” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Quwaitiyyah: 19/122).
Terkhusus pada hewan dengan jenis kucing, para ulama pun memberikan keterangan, di ataranya Al Imam Al-Allamah Burhanuddin Abi Al Ma’ali Mahmud bin Ahmad bin Abdul Aziz rahimahullah :
في إخصاء السنور إنه لا بأس به إذا كان فيه منفعة أو دفع ضرره
“Dalam hal kebiri kucing, tidaklah mengapa jika ada manfaatnya atau dengan tujuan menghindari bahaya padanya.” (Al-Muhith Al-Burhaniy:5/376).
Hal yang sama tentang kebolehan mengebiri kucing jija benar terdapat maslahat dan menolak mudhorot padanya juga dinyatakan oleh Al-Lajnah Ad-Daimah dalam fatwa nomor: 3458.
BACA JUGA: Keistimewaan Kucing
Maka sebagai kesimpulan, “Hukum kebiri kucing dibolehkan dengan syarat: Terdapat maslahat yang jelas (bukan mengada-ngada).”
Untuk menghindari bahaya yang nyata pada kucing tersebut, seperti sakit jika dibiarkan beranak, atau populasi yang terlalu banyak sehingga banyak kucing yang mati karena tidak ada yang merawatnya.
Wallahu A’lam. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam