JOIN GRUP WHATSAPP: Pusat Studi Islam

Kajian

Malu: Mahkota Akhlak Seorang Muslim

Malu (al-haya’) adalah kunci keutamaan dalam kehidupan seorang Muslim. Rasa malu tidak hanya sekadar perasaan sungkan terhadap manusia lain, tetapi lebih dari itu: malu adalah sikap hati-hati agar tidak berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasa malu inilah yang menjaga kita untuk senantiasa berada di jalan ketaatan, menahan diri dari hal-hal yang diharamkan, serta mendorong untuk melakukan kebaikan.

Rasulullah ﷺ pernah menasihati para sahabatnya tentang makna malu yang sesungguhnya. Beliau bersabda, “Hendaklah kalian merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya.” Mendengar nasihat tersebut, para sahabat menjawab, “Alhamdulillah, kami sudah merasa malu kepada Allah, ya Rasul.”

BACA JUGA: 10 Macam Rasa Malu

Namun, Rasulullah ﷺ kemudian menjelaskan lebih dalam, “Tidak, kalian belum merasa malu. Orang yang betul-betul merasa malu di hadapan Allah hendaklah menjaga kepala berikut isinya (pikiran positif), menjaga perut berikut isinya (makanan dan minuman yang halal dan thayib), dan mengingat mati serta musibah. Siapa yang menginginkan kebahagiaan akhirat, hendaklah meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang sudah melakukan itu semua, berarti telah betul-betul memiliki rasa malu.” (HR. Tirmidzi).

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Malu adalah kehidupan hati. Siapa yang hatinya mati, maka hilanglah rasa malunya.” Dari perkataan ini, kita memahami bahwa rasa malu bukan hanya sekadar sikap luar, melainkan pancaran dari hati yang hidup dan senantiasa terhubung dengan Allah.

Demikian pula, Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Iman itu bukan hanya dengan berangan-angan dan berhias kata, tetapi yang ada di hati dan dibenarkan dengan amal perbuatan. Siapa yang malu kepada Allah, maka ia akan menjaga lisannya, menjaga pandangannya, menjaga perutnya, dan menjaga tangannya.” Malu menjadi penjaga bagi setiap anggota tubuh, agar tidak digunakan untuk mendurhakai Allah.

Rasa malu yang benar adalah rasa malu yang lahir karena kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi kita. Dengan rasa malu seperti ini, seorang Muslim akan selalu berusaha memperbaiki pikiran dan hati, hanya mengonsumsi yang halal, serta menjauh dari kemewahan dunia yang berlebihan. Ia pun akan senantiasa mengingat kematian, sehingga hatinya menjadi lembut dan takut berbuat dosa.

Sayangnya, di zaman sekarang banyak orang yang justru memandang rasa malu sebagai kelemahan. Padahal, dalam Islam, malu adalah salah satu cabang iman. Rasulullah ﷺ bersabda, “Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah salah satu cabang dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim).

BACA JUGA:  Rasa Malu dan Kezuhudan Ali bin Thalib

Sungguh, rasa malu akan menjadi benteng kokoh yang melindungi seorang Muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Sebaliknya, hilangnya rasa malu akan membuka pintu berbagai dosa. Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Di antara perkataan para nabi terdahulu yang masih terjaga hingga sekarang adalah: ‘Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.'” (HR. Bukhari).

Maka marilah kita menjaga rasa malu ini sebagai mahkota akhlak. Malu yang benar bukan sekadar takut dicela manusia, tetapi rasa takut dan segan kepada Allah yang selalu melihat kita. Dengan demikian, hidup kita akan lebih terjaga, lebih bersih, dan penuh dengan keberkahan.

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam

Related posts
Kajian

Hal yang Mewajibkan Mandi: Keluarnya Mani, dalam Keadaan Sehat, Baik saat Terjaga maupun Tidur

Kajian

Hutang: Beban Dunia dan Akhirat yang Sering Diremehkan

Kajian

Menjaga Ikhlas di Tengah Berbolak-Baliknya Hati

Kajian

Jika Maksiat dan Dosa Sudah Terus Dilakukan