JOIN GRUP WHATSAPP: Pusat Studi Islam

Sirah

Rasa Malu dan Kezuhudan Ali bin Thalib

Ali bin Thalib

Keseluruhan dirinya adalah keutamaan. Kita telah telusuri sebagian jejak keutamaannya, dan kini kita jejaki lagi sebagian kecil gambaran sosok yang mulia ini.

Meskipun Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa sahabatnya yang paling pemalu adalah Utsman, sejarah mencatat bahwa Ali ibn Abu Thalib juga senantiasa memelihara rasa malunya sehingga tak pernah seorang pun melihat kejelekan pada dirinya dan tidak pernah seorang pun mencium darinya kecuali wewangian.

Ia benar-benar merasa malu di hadapan Tuhannya, “Sungguh aku merasa malu kepada Allah jika dosa-dosaku lebih besar daripada ampunan- Nya kepadaku, jika kebodohanku lebih besar daripada kesadaranku, atau jika aibku tersingkapkan, atau jika kepelitanku tidak tertutupi kedermawananku.”

Bahkan, saking merasa malu ia meminta seorang sahabat, al-Miqdad, untuk bertanya kepada Rasulul lah ﷺ  tentang hukum air madzi. Rasulullah ﷺ menjawab bahwa keluarnya air madzi mengharuskan wudu.

BACA JUGA:  Ali bin Abi Thalib, Gerbang Ilmu, karena Saking Pintarnya

Ia juga selalu menjaga rasa takut dan harapnya kepada Allah. Rasa takutnya mengental dan menebal ketika suara-suara malam mulai menghampiri.

Keberanian dan kewiraannya menepi ketika matahari mulai bersembunyi di ujung hari.

Saat itulah ia hadapkan dan ia pasrahkan seluruh dirinya kepada Yang Mahasuci. Ia hidup bersama Allah dalam sujud dan berdiri, dengan hati dan wajah yang menunduk, serta dengan tangis- an yang sarat duka.

Suatu ketika al-Asytar al-Nakha’i melihatnya sedang shalat malam. Usai shalat, al-Asy- tar bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, engkau puasa di siang hari dan shalat di malam hari, tidakkah engkau lelah?”

Ali menjawab, “Perjalanan akhirat itu sangatlah panjang sehingga mesti diperpendek dengan perjalanan di malam hari.”

Angan-angan dan hasratnya senantiasa terikat kepada akhirat sehingga ia menyikapi kehidupan dunia dengan penuh kewaspadaan. Ia selalu menjaga diri dari dunia yang siap menjebak dan membinasakan siapa saja.

Tidak mengherankan jika Umar ibn Abdul Aziz mengatakan bahwa manusia yang paling zuhud adalah Ali ibn Abu Thalib.

Suatu ketika Amirul Mukminin menunggangi seekor keledai dan menjulurkan kedua kakinya di salah satu sisi hewan itu, kemudian berkata, “Aku menghinakan dunia.”

BACA JUGA:  Ali bin Abi Thalib, Dibesarkan di Madrasah Nabawi

Sebagai pemimpin Islam, yang wilayahnya meliputi seluruh semenanjung Arab, semestinya Ali ibn Abu Thalib tidak perlu memikirkan nafkah untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Namun, bahkan untuk membeli sehelai sarung pun ia harus menjual pedangnya. Pada suatu hari, ia pergi ke pasar membawa pedangnya.

Setibanya di pasar ia berkata, “Siapakah yang akan membeli pedangku ini? Seandainya aku punya empat dirham yang dengannya aku dapat membeli sarung, aku tidak akan menjualnya.”

Bahkan untuk menahan dinginnya udara malam pun, Ali tak memiliki sehelai selimut yang tebal. Seorang laki-laki pernah melihatnya berselimut beludru butut. Tubuhnya menggigil seperti dilanda demam karena dinginnya udara malam. Laki-laki itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah menetapkan bagimu dan keluargamu bagian dari Baitul Mal, tetapi aku melihatmu menggigil karena berselimut beludru butut?”

Ali menjawab, “Demi Allah, aku tak mau sedikit pun mengambil dari harta kalian (kaum muslim), dan kain beludru ini aku bawa dari rumahku.” []

Sumber:  Kisah Hidup Ali ibn Abu Thalib / Karya : Dr.Musthafa Murad/ Penerbit: Dar alFajr,2007

 

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam

Related posts
Sirah

Doa Rasulullah Mengenai Keislaman Umar bin Khattab

Sirah

Abu Bakar, Takut dan Malu kepada Allah

Sirah

Abu Bakar dan Rasulullah: Orang yang Tersesat dan yang Menunjukkan Jalan

Sirah

Pujian Nabi untuk Umar bin Khattab