Allah berfirman dalam Surah Al-Ma’idah (5) ayat 93:
لَيْسَ عَلَى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ جُنَاحٌ فِيْمَا طَعِمُوْٓا اِذَا مَا اتَّقَوْا وَّاٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَّاٰمَنُوْا ثُمَّ اتَّقَوْا وَّاَحْسَنُوْا ۗوَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ
“Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan, tentang apa yang mereka makan (dahulu) apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Allah menyatakan bahwa tidak ada dosa bagi orang yang beriman dan beramal saleh terhadap apa yang mereka makan jika mereka bertakwa, beriman,
dan beramal saleh; kemudian bertakwa dan beriman; kemudian bertakwa dan berbuat ihsan. Al-Qurthubi mengatakan bahwa ayat itu merupakan dalil bahwa orang bertakwa yang muhsin (berbuat ihsan) itu lebih afdhal dibandingkan orang bertakwa yang beriman.
Sementara itu, menurut Al-Biqa’i, ayat ini mengandung motivasi untuk bersikap warak dalam perihal makanan dan minuman, sekaligus mengisyaratkan bahwa seseorang tidak akan mencapai level ihsan kecuali dengan hal tersebut.
BACA JUGA: Tentang Meniup Makanan dan Minuman
Ayat ini turun berkaitan dengan sebagian sahabat yang sempat minum khamar dan wafat, sementara ketika itu khamar belum diharamkan. Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan orang yang sudah meninggal dunia sedangkan dia sempat minum khamar?” Akhirnya, Allah menurunkan ayat tersebut, yaitu tidak masalah bagi mereka selama mereka beriman dan beramal saleh karena pada saat itu khamar memang belum diharamkan.
Hal yang mirip juga seperti ketika turun ayat tentang perubahan kiblat dari Masjidil Aqsa ke arah Ka’bah. Ini sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 144:
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ
“… maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram….”
Ternyata, ada sebagian sahabat yang sudah meninggal dunia yang mereka belum sempat shalat menghadap Ka’bah, melainkan ke arah Baitul Maqdis. Para sahabat bertanya tentang mereka. Maka, Allah pun menurunkan wahyu yang menjelaskan perihal tersebut, sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 143:
وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ
“… Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu (shalatmu)….”
Selanjutnya, kembali kepada ayat di atas, “kebalikan” dari ayat tersebut adalah orang-orang kafir berdosa pada makanan-makanan mereka. Allah menjelaskan bahwa tidak mengapa bagi orang yang beriman dan beramal saleh pada apa saja yang mereka makan, dengan syarat:
Pertama, jika mereka bertakwa. Para ulama menjelaskan bahwa artinya adalah menjauhi makanan yang haram.
Kedua, jika mereka beriman yaitu beriman kepada Allah.
Ketiga, jika mereka beramal saleh. Artinya adalah menjadikan apa yang dikonsumsi sebagai penolong untuk beramal saleh dan kuat untuk beribadah.
Keempat, jika mereka bertakwa. Allah mengulanginya lagi agar bertakwa. Para ulama menjelaskan maksudnya adalah tetap mempertahankan ketakwaannya, sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nisa’ (4) ayat 136:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اٰمِنُوْا
“Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman….”
Maksudnya adalah hendaknya kalian Istikamah di atas keimanan kalian.
Kelima, jika mereka beriman. Artinya mempertahankan keimanan.
Keenam, jika mereka bertakwa. Artinya istikamah dalam ketakwaan.
Ketujuh, jika mereka berbuat ihsan. Ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah kita melihat-Nya atau Allah melihat kita.
Agar segala makanan kita menjadi halal dan kita tidak berdosa, hendaknya kita memenuhi tujuh persyaratan tersebut. Manakala kita tidak memenuhi tujuh persyaratannya tersebut maka makanan kita menjadi tidak halal dan dosa, kemudian kita akan disiksa pada Hari Kiamat kelak, hanya karena makanan dan minuman kita.
BACA JUGA: Makanan yang Diharamkan dalam Al-Qur’an (1)
Oleh karenanya, di dalam banyak ayat, ketika Allah menyebutkan tentang kenikmatan kepada orang-orang beriman maka Allah juga memerintahkan agar makan dan minum mereka disertai dengan syukur dan amal saleh. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 172:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah….”
Nikmat makan dan minum membawa konsekuensi untuk bersyukur kepada Allah. Jadi, orang beriman, ketika makan dan minum, maka dia tahu bahwa makanan dan minuman tersebut adalah nikmat dari Allah yang ada kewajiban baginya untuk mensyukurinya. Allah berfirman dalam Surah At-Takasur (102) ayat 8:
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَىِٕذٍ عَنِ النَّعِيْمِ ࣖ
“Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).” []
BERSAMBUNG | SUMBER: PUSAT STUDI QURAN
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: wa.me/6285860492560 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam20
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam