Pertama:
Tidak diperbolehkan memberi barang curian –meskipun dicuri dari orang-orang kafir – karena ia termasuk harta haram pada barangnya itu sendiri. Dimana tidak dihalalkan seorangpun untuk memilikinya meskipun dengan cara yang disyareatkan seperti membeli, hibah dan warisan.
Seharusnya bagi orang yang mengetahui bahwa apa yang dibeli itu hasil curian, hendaknya mengingkari kepada pencurinya. Dan menyuruhnya bertaubat dari pencuriannya, serta mengembalikan kepada pemiliknya. Dan berusaha untuk mengembalikan barang curiannya kepada pemiliknya jika memungkinkan hal itu dan diketahui orangnya. Atau memberitahukan tempat barangnya yang dicuri, atau memberitahukan institusi yang bertanggung jawab akan hal itu. Siapa yang membeli barang sementara dia mengetahui itu adalah hasil curian, maka dia berdosa. Diantara kesempurnaan taubatnya adalah mengembalikan barangnya kepada pemiliknya dan meminta dananya kepada orang yang menjual kepadanya.
BACA JUGA: Hukum Menarik Kembali Sedekah
Membeli dari pencuri termasuk membantu pada dosa dan permusuhan, dan memberi semangat kepada pencuri untuk terus melanjurkan pekerjaannya, dan termasuk meninggalkan mengingkari suatu kemungkaran, sebagaimana juga syarat sahnya pembelian adalah penjual memiliki barang yang dijualnya. Kalau dia pencuri, maka dia bukan sebagai pemiliknya. Hal ini mengharuskan membatalkan akad (penjualan). Berikut ini fatwa-fatwa dari ahli ilmu terkait kasus tadi:
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,”Harta yang digosob dan dipegang dengan akad yang tidak diperbolehkan untuk memegangnya, kalau orang Islam mengetahuinya, maka dia harus menjauhinya, siapa yang mengetahui kalau mencuri harta atau mengkhianati amanatnya atau menggosob dan mengambil orang yang digosobi secara paksa tanpa dibenarkan, maka saya tidak memperbolehkan untuk mengambil darinya. Baik dengan cara hibah, atau pengambilan, juga tidak untuk memenuhi upahnya dan harga barang yang dijualnya, juga tidak boleh untuk memenuhi untuk hutang, karena hal ini adalah harta itu sendiri untuk orang yang didholimi. Selesai ‘Majmu’ Fatawa, (29/323).
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengatakan,”Kalau barang yang bersama mereka –maksudnya Tatar- atau bersama selain mereka harta yang dikenal itu mereka ambil secara paksa dari orang yang terjaga, maka hal itu tidak boleh membelinya bagi orang yang memilikinya. Akan tetapi kalau dibeli dengan cara untuk menyelamatkan dan menyalurkan ke penyaluran yang sesuai syareat sehingga bisa dikembalikan kepada pemiliknya kalau memungkinkan. Kalau tidak bisa, disalurkan untuk kepentingan umat Islam, maka hal itu diperbolehkan. Selesai ‘Majmu’ Fatawa, (29/276).
BACA JUGA: Hukum Wanita Haid Potong Rambut dan Kuku
Ulama’ yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ mengatakan,”Kalau seseorang yakin bahwa barang yang dipajang untuk dijual itu adalah hasil curian atau dari gosob atau apa yang dipajangkan itu tidak dimiliknya dengan pemilikan secara syar’I, bukan juga sebagai wakil untuk menjualkannya, maka diharamkan untuk membelinya karena dengan membelinya termasuk kerja sama dalam dosa dan permusuhan. Termasuk menghilangkan barang dari pemilik yang sebenarnya. Karena didalamnya juga termasuk kedholiman kepada orang, mengakui akan kemungkaran dan keikut sertaan orangnya dalam dosa, sementara Allah ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
المائدة/2
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” QS. Al-Maidah: 2 []
BERSAMBUNG | SUMBER: ISLAMQA
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: wa.me/6285860492560 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam20
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam