
Keutamaan dan kedudukan kalimat tauhid dalam agama tidak bisa dideskripsikan secara sempurna bagi setiap mereka yang mencoba mendeskripsikannya, bahkan orang-orang arif sekali pun tidak dapat menguasainya secara sempurna. Allah berfirman:
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَتَبِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْمِ فَأَبِما بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ)
“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Ali-‘Imran: 18)
BACA JUGA: Tauhid dan Fitrah Diri Manusia
Ayat di atas menunjukkan keesaan Allah dan kewajiban untuk hanya beribadah kepada-Nya saja. Yang demikian itu dapat dilihat dari adanya ‘peniadaan’ dan ‘penetapan’. Yang mana keduanya adalah rukun yang harus terpenuhi di dalam kalimat tauhid. لا إله “tidak ada Tuhan” sebagai peniadaan, dan إلا هو “kecuali Dia-Allah” sebagai penetapan. Maka dari itu, seseorang tidak dapat dikatakan bertauhid sebelum dia meniadakan dan menetapkan sebagaimana ayat di atas; meniadakan setiap ibadah kepada selain Allah, dan menetapkan setiap jenis ibadah hanya untuk Allah semata.
Sabda Rasulullah:
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ
“(Beribadah kepada Allah) semata, tidak ada sekutu baginya.”
Kalimat di atas memberikan penekanan makna terhadap tauhid dan penegasan terhadap keagungan-Nya. Kata وخدة “semata memberikan penekenan kepada makna ‘penetapan dan لا شريك له memberikan penekenan kepada makna ‘peniadaan’.
Sangatlah penting untuk memenuhi setiap hak, kewajiban, dan persyaratan kalimat لا إله إلا انه sebagaimana yang dinyatakan dalam Kitab dan Sunah. Setiap muslim sudah seharusnya mengetahui bahwa seluruh ibadah yang mendekatkan dirinya kepada Allah tidak akan diterima kecuali dengan memenuhi syarat-syaratnya. Halnya salat dan haji yang tidak akan diterima sampai seluruh syarat-syaratnya terpenuhi, begitupun berlaku pada setiap ibadah, yang mana semua itu hanya dapat diterima jika sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Kitab dan Sunah.
BACA JUGA: Ikhlas, Buah Ketauhidan
Para ulama salaf telah menekankan pentingnya memperhatikan syarat لا إله إلا انت wajib untuk mematuhinya, dan bahwa tauhid tidak akan diterima kecuali jika memenuhi hal-hal itu. Di antaranya adalah kisah yang datang dari Hasan al-Basri, salah seorang berkata, “Barang siapa yang mengatakan, لا إله إلا الله maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga.” Maka Hasan al-Basri pun menimpalinya, dengan berkata, “Barang siapa yang mengatakan لا إله إلا الله melaksanakan hak dan kewajibannya maka dia akan masuk surga. ” (Syarh Shahih Muslim, karya Imam an-Nawawi (2/161).
Seseorang bertanya kepada Wahab bin Munabbih, dia berkata, “Bukankah kunci surga adalah لا إله إلا الله” Wahab bin Munabbih menjawab: “Ya, akan tetapi bukankah setiap kunci memilik gigi. Maka jika kamu datang dengan kunci yang bergigi, surga akan terbuka untukmu, jika tidak maka surga tidak akan terbuka.” (HR. Baihaqi di dalam al-Asma wa-ash-Shifat No. 210) Gigi kunci yang dimaksud adalah syarat-syarat لا إله إلا الله
Sabda Rasulullah,
وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“Dan bahwasanya Muhmmad adalah hamba dan utusan-Nya.” []
Sumber: Ahadisul Iman (Kumpulan Hadist Seputar Keimanan) / Penulis: Syekh Abdurrazzaq Bin Abdul Muhsin Al-Badr / Penerbit: UFA Office
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam