Berlayarlah bahtera besar itu, menyusuri lautan banjir. Nabi Nuh berdiri di atas geladak, dengan sedih memperhatikan kaumnya yang ingkar akan seruannya.
Tiba-tiba, ia melihat putranya. Berusaha menyelamatkan diri menuju tempat yang tinggi.
Penuh harap, diserunya sang anak, diajak berlayar bersama. Namun, hanya penolakan penuh kesombongan yang Nabi Nuh dapatkan.
“Ya Allah, sesungguhnya anakku adalah bagian dari keluargaku…,” doa Nuh dengan kesedihan.
“Wahai Nuh,…” Firman sang kholik penuh ketegasan, “Sesungguhnya ia bukan bagian dari keluargamu.”
Pada perang Badar, berdirilah Abdurrahman bin Abu Bakar Ash shidiq. Bersama pasukan kafir Quraiys, ia bergabung. Saat itu, ia sungguh merasa beruntung, sang ayah tidak melihatnya saat peperangan berlangsung.
Di kemudian hari, iman mengetuk hatinya. Bersyahadatlah Abdurrahman, memeluk Islam. Berkata ia pada sang ayah, “Di Perang Badar, aku berusaha untuk selalu menghindarimu.”
Sang ayah menatap anaknya dengan tatapan tegas. Abu Bakar kemudian berucap yang terus dicatat sejarah sampai kapanpun. “Seandainya engkau yang tampak di hadapanku saat itu, sungguh, aku tidak akan mundur darimu,” jawab sang ayah.
Keluarga adalah hal paling penting yang kita miliki. Namun, jika ikatan di dalamnya tak dijalin karena iman, maka di hadapan Sang Pencipta, ia menjadi tak berarti.
Maka lihatlah, sekuat apa ikatan yang kita bangun bersama keluarga kita hari ini.
Sesungguhnya, bagi keluarga muslim, ikatan ini tidaklah dibangun untuk sepuluh atau dua puluh tahun mendatang. Ikatan ini harus terbangun sampai pada kehidupan. Sesudah kematian. Bahagia bersama dalam keimanan. []
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam