
Anak Nabi Nuh yang tidak mau ikut naik ke bahtera adalah Kan’an (atau dalam beberapa sumber disebut Yam).
Ketika banjir besar datang sebagai azab bagi kaum yang ingkar, Nabi Nuh memanggil Kan’an agar naik ke bahtera bersama orang-orang yang beriman. Namun, Kan’an menolak dan berkata bahwa ia akan berlindung ke gunung untuk menghindari air bah. Nabi Nuh memperingatkannya bahwa tidak ada yang bisa selamat kecuali dengan rahmat Allah, tetapi Kan’an tetap bersikeras. Akhirnya, ia pun tenggelam bersama orang-orang yang durhaka.
Kisah ini disebutkan dalam Al-Qur’an, Surah Hud ayat 42-43, yang menceritakan percakapan antara Nabi Nuh dan anaknya sebelum Kan’an ditelan ombak.
BACA JUGA: Nabi Nuh: Dunia Ini Seperti Rumah Berpintu 2
Bagaimana Nabi Nuh Membangun Bahtera
Nabi Nuh membangun bahtera sebagai perintah dari Allah untuk menyelamatkan dirinya, keluarganya, dan para pengikutnya yang beriman dari banjir besar. Berikut adalah proses pembangunan bahtera Nabi Nuh berdasarkan sumber-sumber Islam:
1. Perintah dari Allah
Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk membangun bahtera sebagai persiapan menghadapi azab yang akan datang. Perintah ini disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zalim; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Hud: 37)
2. Bahan dan Lokasi Pembangunan
Nabi Nuh membangun bahtera dari kayu yang kuat, disebut dalam Al-Qur’an sebagai “Min alwahin wa dusur” (QS. Al-Qamar: 13), yang berarti dari papan-papan kayu dan paku.
Bahtera itu dibangun di daratan yang jauh dari laut, sehingga banyak orang mengejeknya karena mereka menganggap hal itu tidak masuk akal.
3. Ukuran dan Desain Bahtera
Dalam riwayat-riwayat tafsir dan hadis, bahtera Nabi Nuh dikatakan memiliki tiga tingkat:
Tingkat pertama untuk hewan-hewan.
Tingkat kedua untuk manusia (Nabi Nuh dan para pengikutnya).
Tingkat ketiga untuk burung-burung.
Bahtera itu sangat besar, cukup untuk menampung semua yang diperintahkan oleh Allah.
4. Ejekan dan Penolakan Kaum Nabi Nuh
Selama proses pembangunan, kaum Nabi Nuh yang kafir terus mengejek dan menghina Nabi Nuh. Mereka menganggapnya gila karena membangun kapal di tempat yang tidak ada air. Namun, Nabi Nuh tetap teguh dan melanjutkan pekerjaannya sesuai perintah Allah.
5. Penyelesaian dan Turunnya Azab
Setelah bahtera selesai, Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk membawa serta pengikutnya yang beriman dan sepasang dari setiap jenis hewan agar mereka selamat dari banjir besar.
BACA JUGA: Nabi Nuh pun berdoa pada Tuhannya
Allah kemudian menurunkan hujan lebat dan mengeluarkan air dari bumi sehingga terjadi banjir besar yang menenggelamkan kaum yang ingkar.
6. Akhir Perjalanan Bahtera
Setelah banjir surut, bahtera Nabi Nuh berlabuh di gunung Judi, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an: “Dan bahtera itu berlabuh di atas Gunung Judi, dan dikatakan: ‘Binasalah orang-orang yang zalim.'” (QS. Hud: 44)
Kisah ini mengajarkan tentang keimanan, ketabahan, serta akibat dari keingkaran terhadap perintah Allah. []
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam