JOIN GRUP WHATSAPP: Pusat Studi Islam

Sirah

Traktat Hudaibiyah

Traktat Hudaibiyah

Pada tahun ke-6 Hijriah (628M), Rasulullah bersama 1.400 kaum muslim pergi ke kota mekkah. Bukan untuk perang, melainkan untuk umrah. Kabar itu sampai di telinga pembesar pembesar Makkah. Sewaktu Rasulullah dan umat Islam berada di tengah perjalanan, tepatnya di Hudaibiyah beberapa kilometer dari Makkah mereka dihadang oleh beberapa utusan Quraisy.

Mereka mengatakan, penduduk Makkah tidak memberi izin Muhammad dan umat Islam untuk memasuki Ka’bah. Rasulullah mengajak Quraisy berunding. Diutuslah Utsman untuk menghadap para pembesar Makkah, karena banyak di antara mereka saudara dekat Utsman.

Beberapa saat kemudian, Utsman menghadap Rasulullah bersama beberapa pembesar Makkah. Sebuah perjanjian disepakati. Di antara poin pentingnya adalah kaum muslim harus kembali ke Madinah dan baru di izinkan pergi ke Ka’bah pada tahun berikutnya. Perjanjian itu juga memuat kesepakatan damai dan gencatan senjata selama sepuluh tahun antara kedua belah pihak.

Selama itu juga, siapa saja dari pihak Quraisy yang memisahkan diri dan bergabung dengan pihak Muhammad, maka pihak Muhammad harus mengembalikan orang tersebut. Sebaliknya, jika ada salah seorang dari pihak Muhammad memisahkan diri dan bergabung dengan pihak Quraisy, pihak Quraisy berhak menahannya dan tak mengembalikannya.

BACA JUGA:  Umar bin Khattab, Sahabat Nabi yang Tidak Menginginkan Dunia

Salinan tekstual perjanjian berbunyi: “Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad dan utusan Quraisy Suhail ibn Amr. Tidak akan ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapa pun yang ingin mengikuti Muhammad, maka diperbolehkan secara bebas. Siapa pun yang ingin mengikuti Quraisy maka diperbolehkan secara bebas pula. Seorang pemuda Quraisy, yang masih berayah atau dilindungi, jika mengikuti Muhammad tanpa izin, akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan pelindungnya. Bila seorang mengikuti Quraisy maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Makkah, untuk bertawaf di sana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Makkah.”

Tentu saja, isi perjanjian tersebut lebih banyak memberi keuntungan bagi pihak Quraisy. Namun, Nabi tetap menandatangani traktat perjanjian itu. Umar tidak puas dengan kesepakatan tersebut. Umar pun menghadap Nabi.

“Wahai Rasulullah, bukankah kita berada dalam kebenaran dan mereka berada dalam kebatilan?” tanya Umar kepada Rasul.

“Ya, tentu saja,” jawab Rasul.

“Bukankah orang-orang kita akan masuk ke surga dan mereka akan masuk ke neraka?”

“Ya, tentu saja.”

“Lalu mengapa kita mengabaikan agama kita dan tidak menegakkan perintah Allah?”

“Wahai Umar, aku adalah Rasulullah. Aku tidak pernah menyalahi perintah-Nya.”

Umar lalu beranjak dan menemui Abu Bakar. Ia pun melontarkan pertanyaan yang sama.

BACA JUGA:  Umar bin Khattab, yang Pertama Kali Digelari Amirul Mukminin

“Wahai Umar, Muhammad adalah utusan Allah. Beliau tidak akan pernah berbuat menyalahi perintah- Nya.”

Hati Umar pun luluh. Ia berusaha menerima kebijaksanaan Rasulullah. Bagaimanapun, Rasulullah selalu dalam bimbingan wahyu. Dalam perjalanan pulang, Allah lalu menurunkan surah al-Fath kepada Rasulullah sebagai pertanda bahwa kemenangan berada pada pihak mereka. Beberapa kemenangan lain akan mereka raih di kemudian hari.

Rasulullah segera memanggil Umar dan memberi tahu bahwa hari itu Allah mewahyukan beliau ayat-ayat yang paling beliau cintai dari semua isi dunia. Rasulullah membacakan ayat pertama surah al-Fath di hadapan Umar: “Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.”

Sumber: Kisah Hidup Umar ibn Khattab/Karya: Dr. Musthafah Murad, Lc/Penerbit: Zaman

 

Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam

Related posts
Sirah

Doa Rasulullah Mengenai Keislaman Umar bin Khattab

Sirah

Abu Bakar, Takut dan Malu kepada Allah

Sirah

Abu Bakar dan Rasulullah: Orang yang Tersesat dan yang Menunjukkan Jalan

Sirah

Pujian Nabi untuk Umar bin Khattab