Tatkala nasihat diperdengarkan kepada seseorang, seringkali muncul dalam dirinya suatu kesadaran spontan. Namun tatkala ia keluar dari majelis ilmu, hatinya kembali mengeras dan membatu.
Mari kita renungi sebabnya. Rupanya manusia berbeda-beda kondisinya ketika mendengarkan wejangan dan nasihat maupun setelah mendengarkannya. Sehingga renungan dan refleksi sampai pada dua kesimpulan:
Pertama, nasihat itu laksana cemeti. Ketika seseorang habis dipukuli dengan cemeti itu, ia seringkali tidak merasa sakit.
BACA JUGA: Nasihat Para Salaf
Kedua, ketika mendengar nasihat kondisi jiwa dan pikirannya prima, dia terlepas dari segala ikatan duniawi dan menghadirkan hatinya. Namun tatkala kembali disibukkan dengan urusan dunia, penyakit namanya kambuh.
Kondisi demikian dapat menimpa setiap orang. Hanya mereka yang memiliki kesadaran tinggi-lah yang bisa mengatasi pengaruh-pengaruh duniawi tersebut.
Ada yang bertekad kuat untuk Kukuh berpegang teguh pada prinsip yang telah diyakininya lalu berjalan tanpa menoleh lagi, ia akan memberontak jika pegangannya tidak lagi sesuai dengan dirinya. Seperti Hanzalah yang pernah mengecam dirinya sendiri, “Hanzalah telah munafik!”
BACA JUGA: Ketika Al-Hasan Al-Bashri dan Habib Al-Ajami Saling Menasihati
Ada pula yang terkadang masih terseret kelalaian akibat pengaruh tabiat diri, namun pada saat yang sama, nasihat itu masih mempengaruhi dirinya untuk beramal. Laksana cabang-cabang pohon yang goyah diterpa hembusan angin.
Ada lagi golongan manusia yang tak terpengaruh apa-apa sekadar mendengar kemudian mereka laksana batu yang diam. []
Sumber: Shaidul Khatir, Cara Manusia Cerdas Menang dalam Hidup, karya Imam Ibnu Al Jauzi, Penerbit Maghfirah Pustaka, Cetakan Juni 2022
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam