Syaikh Ali Musthofa ath-Thonthowi rohimahullah berkata,
“Kita semua adalah orang biasa dalam pandangan orang-orang yang tidak mengenal kita.. Kita adalah orang yang menarik di mata orang yang memahami kita..
Kita istimewa dalam penglihatan orang-orang yang mencintai kita..
Kita adalah pribadi yang menjengkelkan di mata orang-orang yang hasad pada kita..
Kita adalah orang jahat dimata orang-orang yang iri pada kita..
Pada akhirnya, setiap orang punya persepsi masing masing. Maka tak usah berlelah-lelah agar tampak baik di mata orang lain..
Cukuplah bila Allah ridho padamu. Sungguh mencari ridho manusia adalah tujuan yang tidak akan pernah tercapai..
Sedangkan ridho Alloh adalah tujuan yang tidak boleh ditinggalkan. Maka tinggalkan apa yang tak bisa kau capai, dan fokuslah pada sesuatu yang tidak boleh kau tinggalkan..”
Subhaanallah..
SEKILAS BELIAU
Syaikh Ali Thantawi -rahimahullah- lahir di Damaskus pada tanggal 23 Jumadil Ula 1327 H bertepatan dengan 19 Juni 1909 M. Keluarganya berasal dari Thanta sebuah kota di Mesir. Namun diawal abad ke 19 M kakeknya Muhammad bin Musthofa melalukan imigrasi dari mesir menuju Syam.
Bila mengacu pada literatur yang ada, dapat disimpulkan bahwa beliu –rahimahullah- lahir ditengah keluarga yang dipenuhi ilmu dan hikmah. Ayah beliu Mustafa Thantawi merupakan ulama kenamaan Syam di masanya. Ibunya adalah saudara kandung Muhibbuddiin Al-khatiib seorang tokoh pergerakan dakwah salafiyah di abad ke 20 M. Lingkungan ilmiyah inilah yang mendorongnya untuk tekun dalam menuntut ilmu.
Thantawi kecil memulai pendidikan dasar formal pada masa pemerintahan Ottoman Turkey di Madrasah At Tijaariah, tempat dimana ayahnya menjabat sebagai direktur.
Beliau sempat beberapa kali pindah sekolah, diantaranya Sekolah Dasar As-Sulthaniyah 2, sekolah Al-Juqmaqiyah dan beberapa lembaga pendidikan negeri lainnya di syam hingga tahun 1923 M. Untuk mempelajari ilmu Agama pilihananya jatuh pada Masjid Jaami’ Taubah yang tidak jauh dari rumah ayahnya. Masjid ini merupakan tempat yang digunakan para ulama di masanya untuk menyampaikan berbagai macam pelajaran dalam berbagai displin ilmu dan juga sebagai tempat untuk menghafal Al Qur’an.
Dimasjid itulah beliau menghabiskan masa kecilnya untuk menuntut imu, hingga usianya memasuki 16 tahun saat ayahnya Mustafa tanthawi meninggal dunia. Syaikh –rahimahullah- berkata: “Di hari kedua puluh bulan Sya’ban tahun 1342 H Ayahku meninggal dunia. Kalian semua pasti tau arti dari kematian, karena akhir perjalanan dari setiap yang hidup adalah kematian. Setiap orang pasti pernah menyaksikan kematian orang yang paling berharga dalam hidupnya atau kehilangan orang yang dikasihinya. Akan tetapi kalimat “مات أبى” (ayahku meninggal) kalian tidak akan pernah tau apa maknanya bagiku” (Dzikrayat jilid 1 hal: 229).
Kepergian ayahnya merupakan pukulan terberat baginya, itu karena kepergian ayahnya berarti kehidupan baru baginya. Cucu tertua beliu Ust. Mu’min Diraniah menuturkan: “Dimasa itu syaikh belum siap menanggung beban keluarga yang dihadapinya itu sendiri, namun dialah anak tertua dalam keluarga, posisi itulah yang mengharuskannya memikul tanggung jawab besar itu” (Hayaatul Insaan).
Kondisi ekonomi keluarga yang lemah selepas kepergian ayahnya membuat Tanthawi muda sangat tertekan. Ayahnya meninggalkan hutang yang tidak sedikit, hal itu mengharuskan ia dan keluarganya pindah dari rumah besar ayahnya ketempat kecil yang sangat kumuh.
Sebuah keadaan yang menghentakkan jiwanya, namun berbuah keyakinan bahwa sekaranglah saatnya untuk menjadi seorang laki2 dalam makna yang hakiki . -(Untuk mengetahui sebab mengapa ayahnya banyak meninggalkan hutang silahkan baca: Dzikrayaat jilid 1 hal: 227, untuk kisah digubuk yang kumuh silahkan lihat Makalah Jawaabun ala kitaab dalam buku Min Haditsin Nafs)- []
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: wa.me/6285860492560 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam20
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam