
3. Menjaga Kehormatan Bulan Puasa
Untuk itu dia wajib menjaga kehormatan bulan Ramadhan, dengan tidak makan dan minum di depan orang banyak. Dia harus mencari ‘lubang persembunyian’, demi agar tidak nampak di tengah masyarakat bahwa dia tidak berpuasa.
Pemandangan yang sangat memilukan seringkali kita saksikan, bahwa mereka para pekerja kasar itu sejak pagi sudah makan dan minum di tempat publik. Sama sekali tidak merasa malu bila dirinya tidak berpuasa. Kadang alasannya karena orang yang kerja berat boleh tidak berpuasa. Padahal perbuatan makan dan minum di depan orang yang sedang menunaikan ibadah puasa adalah perbuatan yang berdosa juga.
4. Mengganti di Hari Lain
Orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan bukan berarti bebas lepas tidak berpuasa seenaknya. Di leher mereka ada tali yang mengekang mereka, yaitu kewajiban untuk mengganti puasa di hari lain.
BACA JUGA:
Selain itu yang bersangkutan harus mengupayakan untuk menyiapkan diri agar bisa berpuasa Ramadhan sejak setahun sebelumnya.
Yang Termasuk Darurat
1. Lapar dan Haus Yang Sangat
Islam memberikan keringanan bagi mereka yang ditimpa kondisi yang mengharuskan makan atau minum untuk tidak berpuasa, yaitu kondisi yang memang secara nyata membahayakan keselamatan jiwa sehingga makan dan minum menjadi wajib. Seperti dalam kemarau yang sangat terik dan paceklik berkepanjangan, kekeringan dan hal lainnya yang mewajibkan seseorang untuk makan atau minum.
Namun kondisi ini sangat situasional dan tidak bisa digeneralisir secara umum. Karena keringanan itu diberikan sesuai dengan tingkat kesulitan. Semakin besar kesulitan maka semakin besar pula keringanan yang diberikan. Sebaliknya, semakin ringan tingkat kesulitan, maka semakin kecil pula keringanan yang diberikan.
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Baqarah : 173).
Ini mengacu pada kaidah fiqih yang berbunyi :
Bila tingkat kesulitan suatu masalah itu luas (ringan), maka hukumnya menjadi sempit (lebih berat). Dan bila tingkat kesulitan suatu masalah itu sempit (sulit), maka hukumnya menjadi luas (ringan).
Kedaruratan itu harus diukur sesuai dengan kadarnya (ukuran berat ringannya).
2. Dipaksa atau Terpaksa
Orang yang mengerjakan perbuatan karena dipaksa dimana dia tidak mampu untuk menolaknya, maka tidak akan dikenakan sanksi oleh Allah. Karena semua itu diluar niat dan keinginannya sendiri.
Termasuk di dalamnya adalah orang puasa yang dipaksa makan atau minum atau hal lain yang membuat puasanya batal. Sedangkan pemaksaan itu beresiko pada hal-hal yang mencelakakannya seperti akan dibunuh atau disiksa dan sejenisnya. Ada juga kondisi dimana seseorang terpaksa berbuka puasa, misalnya dalam kondisi darurat seperti menolong ketika ada kebakaran, wabah, kebanjiran, atau menolong orang yang tenggelam.
Dalam upaya seperti itu, jika dia terpaksa harus membatalkan puasa, maka hal itu dibolehkan selama tingkat kesulitan puasa itu sampai pada batas yang membolehkan berbuka. Namun tetap ada kewajiban untuk mengganti puasa di hari lain.
BACA JUGA:
3. Pekerja Berat
Orang yang karena keadaan harus menjalani profesi sebagai pekerja berat yang membutuhkan tenaga ekstra terkadang tidak sanggup bila harus menahan lapar dalam waktu yang lama. Seperti para kuli angkut di pelabuhan, pandai besi, pembuat roti dan pekerja kasar lainnya.
Bia memang dalam kondisi yang membahayakan jiwanya, maka kepada mereka diberi keringanan untuk berbuka puasa dengan kewajiban menggantinya di hari lain. []
HABIS | SUMBER: KONSULTASI SYARIAH
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam