Ketahuilah bahwa bangun malam (qiyâm al-lail) adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan kecuali bagi orang-orang yang telah diberikan taufik oleh Allah swt dengan syarat-syarat yang dapat memudahkannya untuk itu. Syarat-syarat tersebut di antaranya ada yang tampak dan ada pula yang tidak tampak.
Adapun syarat yang tampak tersebut yang pertama adalah tidak banyak makan. Salah seorang ulama pernah berkata, “Wahai orang-orang yang berharap bertemu Tuhan, janganlah kalian banyak makan! Jangan banyak minum! Jangan banyak tidur! Karena kalian akan banyak dilanda kerugian!”
Di antara syarat-syarat yang lain adalah tidak membuat diri begitu lelah dengan hal-hal yang sangat mem-beratkan di waktu siang. Syarat yang selanjutnya adalah hendaknya seseorang yang ingin bangun malam tidak meninggalkan qailulah (tidur sejenak sebelum shalat) di waktu siang, karena qailulah akan membantu dirinya untuk mudah bangun di malam hari.
Syarat yang lain, hendaknya ia juga meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa. Sofyan ats-Tsauri pernah ber-kata, “Aku terhalang untuk bangun malam selama enam bulan karena sebuah dosa yang aku lakukan.” Demiki-anlah syarat-syarat zahir yang dapat memudahkan seseorang untuk bangun malam, sedangkan syarat-syarat yang batin sebagai berikut.
BACA JUGA: Tahajjud, Merajut Kedekatan dengan Sang Ilahi
Pertama, amannya hati dari iri dan dengki kepada orang-orang muslim yang lain, bersih jiwanva dari bid’ah. dan berpalingnya diri dari dunia yang berlebihan.
Kedua, adanya khauf (kekhawatiran akan dosa-dosa yang dimiliki) menyelimuti hati beserta tidak berlebihan di dalam berharap (diterimanya amal).
Ketiga, ia harus mengetahui (keutamaan) dari bangun malam.
Ada beberapa hal yang dapat mendorong seseorang untuk bangun malam, yaitu cinta pada Allah swt. dan iman yang kuat di relung hati. Sebab ketika ia mulai ber-munajat kepada Sang Khalik maka Dia seakan hadir di hadapannya dan menyaksikan ia bermunajat. Munajat itu akan membawanya kepada Allah swt. sepanjang malam.
Abu Sulaiman r.a. berkata, “Orang yang gemar ba-ngun malam-di malam harinya-akan merasakan kelezatan yang lebih dari seorang yang gemar hiburan di berbagai hiburan yang biasa ia nikmati. Jika bukan kare-na malam, tak ingin rasanya aku berlama-lama di dunia.”
Di dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh di dalam malam terdapat sua-tu waktu di mana jika ia meminta kebaikan dari perka-ra dunia dan akhirat pada waktu itu, nicaya Allah swt. akan mengabulkan permintaannya itu dan hal itu terjadi di seluruh malam.” (HR Muslim)
Di dalam menghidupkan malam terdapat beberapa tingkatan, antara lain sebagai berikut.
Pertama, menghidupkan seluruh malam, sebagaimana diriwayatkan oleh segolongan salafus saleh.
Kedua, menghidupkan setengah malam. Hal ini juga diriwayatkan oleh segolongan salafus saleh. Cara yang paling baik untuk menghidupkan setengah malam adalah tidur di sepertiga awal malam dan seperenam terakhir.
Ketiga, bangun di sepertiga malam maka seyogia-nya seseorang tidur dahulu di separuh malam pertama dan seperenam terakhir. Hal itulah yang dilakukan oleh Daud a.s.
Di dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Shalat yang paling disukai oleh Allah swt. adalah shalatnya Nabi Daud. Beliau bi-asa tidur separuh malam dan bangun pada sepertiganya ser-ta tidur pada seperenamnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Tidur di akhir malam itu baik karena dapat mengha-pus bekas-bekas kantuk saat berada di meja makan dan dapat mengurangi bekas kekuning-kuningan di gigi aki-bat hidangan pagi tersebut.
Keempat, hendaknya bangun pada seperenam atau se-perlima malam diutamakan pada bagian akhir malam. Sebagian ulama lain berpendapat, “Hal yang paling uta-ma dari qiyamullail adalah bangun pada seperenam terakhir dari malam.”
Kelima, yaitu tidak mengatur takdir karena sungguh merupakan hal yang sangat sulit. Di samping tingkatan-tingkatan yang disebutkan sebelumnya, ada dua jalan yang ditempuh oleh para ulama di dalam melaksanakan bangun malam, antara lain sebagai berikut.
a) Orang yang hendak shalat malam, hendaknya bangun di awal malam, jika ia sangat mengatuk maka hendaklah ia tidur. Jika kemudian ia terjaga kembali maka hendaklah ia bangun, sementara ia ia kembali diserang rasa kantuk maka hendaklah ia tidur kembali. Cara de-mikian juga dilakukan oleh segolongan salafus saleh.
Di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan dari Anas r.a., “Kita tidak menginginkan melihat Rasu-Jullah dalam keadaan shalat pada malam hari kecuali kami melihatnya demikian. Kami juga tidak mengingin-kan untuk melihat Rasulullah dalam keadaan tidur di da-lam hari kecuali melihatnya demikian.” (HR an-Nasa’i)
Demikian pula Umar r.a. menunaikan shalat di malam hari sesuai dengan kehendak Allah swt. hingga tiba akhir malam lalu ia bangunkan keluarganya seraya ber-kata, “Mari shalat!”
Adh-Dhahhak pernah berkata, “Aku melihat beberapa kaum yang malu kepada Allah swt. dari tidur yang panjang di gelap gulitanya malam.”
b) Orang yang hendak shalat malam, hendaknya tidur di awal malam, jika ia telah memberikan hak tidur pada tubuhnya lalu terjaga maka hendaknya ia bangun hingga akhir malam. Sofyan ats-Tsauri berkata, “Tidur itu baiknya di awal malam, ketika ia bangun hendaknya ti-dak tidur kembali.”
Keenam, orang yang bangun malam hendaknya melak-sanakan shalat empat atau dua rakaat. Diriwayatkan bah-wa Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Shalatlah di waktu (tengah) malam, sebanyak dua atau empat rakaat….” (HR al-Baihaqi)
Selain itu disebutkan pula bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Barang siapa bangun di malam hari, lalu ia bangunkan istrinya dan melaksanakan shalat sebanyak dua rakaat maka pada malam hari itu merekalah yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, “Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah.” (HR Abu Dawud)
Thalhah bin Musharrif mengajak keluarganya untuk bangun malam seraya berkata, “Shalatlah dua rakaat, ka rena shalat di pertengahan malam akan menghapuskan dosa-dosa.”
BACA JUGA: Keutamaan Shalat Tahajjud
Demikianlah cara-cara membagi waktu malam. Oleh karena itu, berdasarkan pembagian tersebut maka orang yang ingin mendekatkan diri kepada Tuhan dapat memilih mana yang mudah dan baik untuk dilakukan bagi dirinya. Akan tetapi, jika bangun pada malam hari tera-sa sulit dilakukan maka tidak dianjurkan baginya untuk mengkosongkan waktu di antara maghrib dan isya dari melakukan wirid saat bangun di pagi hari. Setidaknya ia dapat melakukan wirid di antara pembuka malam dan pembuka pagi. Ini adalah tingkatan yang ketujuh.
Adapun orang yang kesulitan untuk bersuci di malam hari dan tampak berat sekali untuk menunaikan shalat maka cukup baginya duduk saja menghadap kiblat, berzi-kir kepada Allah swt., dan berdoa semampu dirinya. Jika ia tidak sanggup untuk duduk maka hendaknya ia ber-doa di tempat tidurnya sembari ia terlentang. Jika pada biasanya pada malam hari ia membaca wirid tertentu, na-mun ia tertidur sehingga melewatkannya maka hendaklah ia menggantinya setelah shalat dhuha. Demikian di-jelaskan di dalam hadits.
Orang yang biasa melaksanakan qiyamullail sudah seharusnya berhati-hati agar tidak kehilangan kebiasaanya tersebut. Di dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda ke-pada Abdullah bin Amr, “Jangan seperti si fulan, dahulu ia biasa melaksanakan shalat malam (qiyamullail), namun seka-rang ia meninggalkannya.” []
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam


