Yatim juga miskin. Tinggal di satu daerah di Gaza, tanpa sanak saudara.
Kondisi ini tak membuatnya hidup prihatin. Karena di sampingnya, ada seorang ibu tangguh dengan cita-cita sekuat baja.
Sejak sang anak belia, sang Ibu sudah merancang perjalanan hidupnya. Diambilnya langkah awal dengan meninggalkan Gaza menuju Mekah, kota suci jauh jaraknya. Salah satu pusat ilmu dan kebesaran para ulama.
Usia 7 tahun, Alquran selesai ia hapalkan.
Usia 10 tahun, tak kurang dari 7000 hadits dari kitab Al Muwatha ia kuasai.
Satu hari, si anak tertarik untuk belajar di satu kelas. Khusus untuk pejabat dan kalangan berada. Mengeluhlah ia pada sang bunda.
“Duduklah di luar. Dengarkan dan perhatikan suara gurunya,” jawab sang Bunda. Ringan penuh solusi.
Syafii kecil menuruti ujar sang Ibu. Tak dinyana, bahkan ia yang duduk di luar kelas, dan hanya terlihat kepalanya saja dari dalam, mampu menyerap ilmu yang disampaikan.
Di saat lain, sang anak memiliki keinginan duduk di majlis ilmu Imam Malik. Tak sembarang orang bisa masuk di dalamnya. Berangkatlah sang bunda pada amir Mekah. Dimintanya rekomendasi bagi sang anak.
Itulah sekelumit masa kecil Imam Syafii. Pendidikan di masa belianya yang dikawal ibu yang luar biasa.
Seorang ibu miskin, yang tak lantas menjadikannya miskin orientasi dan cita-cita. Menghantarkan anaknya, menjadi ulama besar sepanjang masa. []
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam