Allah berfirman dalam Surah Al-Ma’idah (5) ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan shalat maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamum-lah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.
Pada ayat ini, Allah mengawali dengan panggilan kepada orang-orang yang beriman. Ini merupakan dalil bahwa yang taat kepada Allah untuk melaksanakan wudhu adalah orang yang beriman. Banyak keutamaan yang akan didapatkan oleh orang yang beriman ketika berwudhu. Di antaranya adalah gugurnya dosa-dosa bersamaan dengan luruhnya air wudhu dari anggota tubuhnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis, “Siapa yang berwudhu dengan cara wudhuku ini, lalu shalat dua rakaat dan tidak berbicara di antara keduanya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)
BACA JUGA: Shalat Taubat, Wudhu, dan Hajat
Firman Allah,
اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ
Apabila kamu hendak melaksanakan shalat
Maknanya secara tekstual adalah “Jika kalian telah berdiri untuk shalat (maka berwudhulah)” padahal wudhu dilakukan sebelum shalat. Para ulama menjelaskan bahwa ini merupakan salah satu uslub (metode) dalam bahasa Arab. Uslub yang sama juga terdapat dalam Surah An-Nahl (16) ayat 98:
فَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ
Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Quran maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.
Ayat itu menggunakan fi’il (kata kerja) yang sama dengan ayat sebelumnya, yakni fi’il madhi (kata kerja bentuk lampau). Ayat tersebut kalau diterjemahkan secara tekstual maka artinya “Apabila kamu telah membaca Quran maka ber-isti’adza-lah (memohon perlindungan) kepada Allah dari setan yang terkutuk”. Padahal, kita tahu isti’adzah dibaca sebelum membaca Quran. Karena itu, ayat ini juga dimaknai sebagaimana ayat sebelumnya.
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah wajibnya niat dalam berwudhu. Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa niat untuk berwudhu hukumnya wajib. Sementara mazhab Hanafi mengatakan bahwa niat dalam berwudhu hukumnya sunah sehingga seandainya anggota-anggota wudhu yang disebutkan dalam Al-Quran itu semuanya dibasuh tanpa niat maka wudhunya tetap sah. Pendapat kedua ini kurang tepat karena dalam ayat tersebut jelas disebutkan bahwa “jika kalian hendak shalat maka basuhlah wajahmu (berwudhu)…” yang menunjukkan bahwa rangkaian kegiatan tersebut dilakukan dengan niat, yaitu dalam rangka menegakkan shalat.
Dalam firman-Nya اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ terdapat faedah bahwa semua yang disebut dengan “shalat” maka membutuhkan syarat wudhu, baik shalat fardhu lima waktu, shalat jenazah, dan shalat-shalat sunah yang lainnya. Rasulullah ﷺ, “Allah tidak akan menerima shalat salah seorang di antara kalian jka dia berhadas sampai dia berwudhu”.
Adapun semisal sujud tilawah dan sujud syukur maka menurut pendapat yang kuat adalah tidakbwajib untuk berwudhu terlebih dahulu karena bukan termasuk shalat.
Faedah selanjutnya bahwa yang wajib untuk berwudhu hanyalah untuk shalat. Adapun untuk selain shalat maka hukumnya sunah. Contohnya seperti masuk masjid, iktikaf, hadir dalam majelis taklim, dan yang semisalnya maka yang demikian itu hukumnya sunah.
BACA JUGA: Hukum Baca Quran di HP tanpa Wudhu
Adapun seperti menyentuh Quran dan tawaf maka para ulama dalam masalah ini berbeda pendapat, apakah wajib untuk berwudhu terlebih dahulu atau tidak. Para ulama sepakat bahwa tawaf yang didahului dengan wudhu terlebih dahulu maka hukumnya disyariatkan akan dianjurkan, tetapi mereka berselisih apakah wudhu merupakan syarat sahnya tawaf ataukah tidak. Jumhur ulama mengatakan bahwa siapa yang bertawaf tanpa wudhu maka tawafnya tidak sah. Adapun mazhab Hanafi mengatakan bahwa hukumnya tidak wajib untuk berwudhu sebelum tawaf dan ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Ibnu Utsaimin.
Apakah disunahkan untuk mengulangi wudhu meskipun tidak batal? Pendapat yang penulis tafsir pilih adalah mengulangi wudhu untuk setiap shalat lima waktu hukumnya sunah. Apabila seseorang tidak mengulangi wudhu untuk setiap shalat tersebut maka hukumnya boleh, selama wudhunya belum batal. Ini pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ. Beliau menunaikan shalat lima waktu dengan hanya wudhu sekali saja. Beliau sengaja melakukan itu untuk menunjukkan bahwa berwudhu setiap kali ingin shalat itu hukumnya tidak wajib selama wujudnya belum batal.[]
SUMBER: TAFSIR AT-TAYSIR SURAH AL-MA’IDAH | PUSAT STUDI QURAN
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: Join Group WA (WhatsApp Group)
Instagram: https://www.instagram.com/pusatstudi.islam20/
YouTube: https://www.youtube.com/@pusatstudiislam
Telegram : https://t.me/pusatstudiislam2
Facebook Fanspage : https://www.facebook.com/pusatstudiislam